Rabu, 29 Februari 2012

program penghijauan


KERJASAMA
Usaha PENANAMAN KAYU JATI PUTIH

( Gmelina )









Oleh : Didin Muhidin


KELOMPOK TANI TERNAK AL-ISTI’ANAH INDONESIA
YAYASAN AL-ISTI’ANAH INDONESIA

Alamat Sekretariat :

JALAN GARUNG NO.20 KELURAHAN PALASARI 
KECAMATAN CIBIRU KOTA BANDUNG 40615
Telp.022-92327187 - Cp. 085.220.253.511





A. PENDAHULUAN

Lahan kritis pada saat ini sangatlah luas dengan  kondisi sangat memprihatinkan, masalah semak belukar, rumput ilalang yang tinggi ataupun gundulnya lahan menjadi kesulitan untuk dijadikan lahan produktif. Perlu sentuhan dari berbagai pihak yang peduli, sehingga lahan tersebut menjadi produktif dan dapat menjadi saluran berkah bagi banyak orang, khususnya petani penggarap setempat.

POTENSI yang sangat besar terkandung dilahan kritis tersebut, dan itu dapat menjadi sebuah sumber pendapatan bagi banyak orang. Tanpa adanya  uluran tangan kesadaran dari pihak yang peduli, potensi itu tidak akan muncul bahkan  akan terkubur sangat dalam, seiring dengan semakin bertambahnya perjalanan waktu.

Tanah, udara, air, api, tumbuhan, binatang serta semua yang terkandung di bumi ini adalah di peruntukan untuk kebutuhan hidup makhluk Tuhan yang bernama MANUSIA. Hubungan yang Terbentuk dari rasa saling membutuhkan dan berakibat pada keuntungan secara bersama menjadi dasar kebersamaan yang terlahir  dari ungkapan hati “PEDULI”. Yang lemah membutuhkan yang kuat, yang kuat membutuhkan yang lemah, yang kecil membutuhkan yang besar,  yang besar membutuhkan yang kecil, dan lain sebagainya. Adapun Nilai ekonomi yang timbul hasil dari  hubungan kebersamaan tersebut adalah dampak positip dari kepedulian. Besar atau kecilnya nilai ekonomi yang didapat tergantung pada seberapa besar keikhlasan ataupun keseriusan dari kepedulian itu.

Seiring bertambahnya waktu dan semakin berkurangnya keseimbangan bumi beserta alam lingkungan ini, sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan manusia, sadar ataupun tidak sadar kegiatan-kegiatan manusia menyebabkan perubahan keseimbangan bumi dan merusak alam lingkungan, seperti penipisan lapisan Atmosfir Bumi yang memicu pemanasan Global (Global Warming), pencemaran udara, air dan tanah, menimbulkan berbagai macam bencana terjadi, keterbatasan ketersediaan kebutuhan manusia yang ada di alam, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup, bahkan menimbulkan karakter-karakter moral calon generasi penerus yang jauh dari kecintaan akan alam lingkungan ini.

PENGHIJAUAN adalah salah satu yang utama untuk penanggulangi semua permasalahan tersebut di atas. Penghijauan mempunyai manfaat sangat banyak “ MULTI EFEK ”. Kesejukan udara terjaga karena adanya produksi oksigen dan penyerapan karbon oleh pohon, ketersediaan air bersih untuk kebutuhan masyarakat terpenuhi karena pohon dapat menyerap,  menyimpan dan menyalurkan air dengan baik, terhindar dari banjir dan erosi, pencegahan global Warming, Meningkatkan perekonomian Rakyat, dll.

Tidak sedikit Program penghijauan yang diluncurkan  Pemerintah bahkan dunia international, sangat gencar meluncurkan program, seperti program Indonesia Menanam, Kampanye Indonesia Menanam, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN), Gerakan Bakti Penghijauan Pemuda (GBPP), Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDN), Kota Hijau (Green City), Penyerapan dan penyimpanan Karbon, dll. Namun demikian, penanaman pohon yang tidak disertai pola budidaya dan pemeliharaan/perawatan yang proporsional dan berkelanjutan tidak dapat meningkatkan jumlah pohon dan oksigen yang signifikan karena tingginya angka kematian pohon.

Oleh karena itu, Kami dari Kelompok Tani Ternak Al-Isti’anah Indonesia - Yayasan Al-Isti’anah Indonesia (KTTAI-YAI) tersentuh untuk dapat menjadi salah satu sosok yang ikut berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan dan pencerah baru dalam dunia Penghijauan, berbasis pada Pelestarian Lahan dan Hutan Rakyat yang Mempunyai Nilai Ekonomi Cukup Tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup, dengan meluncurkan  kepedulian Melalui Penjalinan Kerjasama Saling Menguntungkan di bidang Penanaman Kayu Jati Putih disetiap lahan Kritis. Penjalinan Kerjasama antara Pemilik lahan dengan Pengelola, dan Pengelola dengan Investor (Penanam Modal).

Pemilik lahan/penggarap yang lahannya disewa oleh KTTAI-YAI untuk Program Budidaya Gmelina jelas sangat diuntungkan karena selain mendapatkan biaya sewa lahan selama proses budidaya Gmelina hingga masa penen (5 tahun), ia pun memperoleh pendapatan lainnya karena menjadi Tenaga Kerja Harian Lepas dalam program budidaya Gmelina tersebut. Pemilik lahan/penggarap pun masih dapat bercocok tanam pada lahan tersebut dengan tanaman tumpangsari/palawija pada sela-sela tanaman kayu Gmelina yang akan dibudidayakan oleh Pengelola. Lebih dari itu pemilik lahan/penggarap juga dapat meningkatkan pengetahuan tentang teknik budidaya kayu Gmelina yang bernilai ekonomi tinggi dan berdampak positif bagi lingkungan, karena dibina,diawasi dan diarahkan oleh Pengelola dalam melaksanakan pekerjaan/teknik budidaya.

Penanam modal (Investor) merasa aman dan nyaman dalam berinvestasi karena uangnya bekerja  untuk menyumbang oksigen bagi dunia sekaligus menghasilkan keuntungan/pendapatan yang relative cukup besar dari hasil pemanenan kayu Gmelina tersebut.

Pengelola dengan itikad dan tekad untuk menyelamatkan dan menghijaukan lahan-lahan kritis, dengan slogan “Lamun Leuweung Hejo – Masyarakat Pasti Ngejo” mudah-mudahan keuntungan pun dapat diperoleh dari berbagai sisi : pohon bertambah, sumber air bertambah, oksigen bertambah, mengurangi musibah, kekayaan melimpah. Amin.

Oleh karena itu, kami menawarkan Kerjasama Penanaman Gmelina kepada Penanam Modal dalam program ini.

Sentuhan kepedulian atas dasar kesadaran bahwa menjaga keseimbangan bumi kita ini adalah tanggung jawab bersama, dan itu sangatlah diperlukan guna merealisasikan keberhasilan program ini. Peran serta kita dalam  program ini, secara otomatis melahirkan kepercayaan, kebersamaan, kekuatan yang selama ini pudar karena rasa egoisme, kapitalisme, individualisme, dll, dan kita tahu semua bahwa rasa itulah yang menyebabkan terjadinya sebuah kehancuran. Terjadinya pemisahan antara yang kaya dan yang miskin, yang lemah dan yang kuat, yang salah dikatakan benar, yang benar dikatakan salah, dan lain sebagainya. Dengan Program penjalinan Kerjasama Penanaman Kayu Gmelina yang terus kami luncurkan ini menjadi perantara terjadinya kepercayaan, kebersamaan dan kekuatan yang dapat terlahirnya suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Amin.

B.   Kebutuhan Kayu

Kebutuhan kayu untuk pasar global pada tahun 2001 saja mengalami kekurangan yang semakin meningkat tajam sementara pada saat yang bersamaan terjadi proses penyempitan kawasan hutan. Kenyataan tersebut telah membuka pasar yang lebar bagi siapapun yang melakukan investasi dalam bidang perkayuan ini. Kawasan hutan tropis mengalami kerusakan yang cukup parah. Penebangan tanpa diimbangi dengan upaya regenerasi serius menjadi penyebab utama masalah ini. Kerusakan hutan di kawasan tropis meningkatkan suhu bumi dan menipiskan kadar oksigen bumi. Kenyataan tersebut telah ikut mendorong organisasi international perkayuan (ITTO) untuk ikut serta menentukan masa depan perdagangan kayu tropis. Organisasi ITTO (International Tropical Timber Organization) telah mengumumkan beberapa langkah untuk melindungi hutan tropis yang telah dilaksanakan mulai tahun 2002. Menjelang abad yang mendatang, ITTO menggunakan syarat bahwa kayu-kayu tropis tidak boleh diekspor kecuali kayu tersebut merupakan hasil pengolahan. Oleh karena itu sangat diperlukan program pembudidayaan kayu secara komersial untuk menghasilkan kayu bermutu dengan nilai yang lebih tinggi.

C.   sekilas tentang gmelina (JATI PUTIH)

Nama botani         : Gmelina arborea Roxb.
Famili                   : Verbenaceae.
Nama daerah        : Gmelina, Gamalina, Jati Putih, Jati Bodas.

Gmelina terdiri dari 33 jenis tersebar dari Pakistan dan India, Srilanka, Asia Tenggara sampai Australia. Ada 12 jenis di Asia Tenggara.

Gmelina adalah jenis yang paling dikenal terutama di Asia Tenggara untuk penanaman pohon fast growing.

Pada umur 5 tahun tinggi pohon
Gmelina dapat mencapai 30 m, diameter 30 cm, pada usia tua diameter bisa mencapai 140 cm, bentuk batang silindris, tidak berbanir, tajuk membulat.
Kayu teras berwarna abu-abu muda keputih-putihan atau kekuning-kuningan

Berat jenis Gmelina adalah 0,41; kelas kuat III dan keawetan gmelina termasuk kelas awet V.

Kayu Gmelina dipakai untuk berbagai keperluan khususnya untuk bahan kontruksi, pertukangan, packing, furniture, pulp dan venir. Selain itu juga untuk flooring, alat musik, korek api, partikel
board dan bahan bodi kendaraan.

Silvikultur:

Gmelina dapat tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering, yaitu pada tipe curah hujan A sampai D. Jenis ini tumbuh pada tanah yang agak liat dan kurus dengan ketinggian sampai 1000 m dpl.
Permudaan dilakukan secara buatan dengan bibit yang berasal dari penyemaian biji.
Jarak tanam 2 x 2 m atau 3 x 3 m.

d.   Nilai Ekonomi

Budidaya Gmelina akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila dikerjakan secara serius dan benar. Perkiraan dari penjualan dari pola tanam 3x3m atau 1100 pohon/ha, berumur 5 tahun rata-rata terendah sebanyak 550 m3 per ha. Prediksi harga kayu Gmelina pada 5 tahun mendatang Rp1,2 juta/m3. Dengan harga jual Rp 1,2 juta per m3 dan produksi 550 m3, maka omset dari penanaman Gmelina mencapai Rp. 600 juta per ha. Saat ini harga per m3 Gmelina berdiameter 25 cm Rp. 850.000,- , kalau seandainya saja harga jualnya tak terkerek naik pun, hasil Investasi nya masih sangat menguntungkan.

Informasi Harga kayu Gmelina per kubik pada tahun 2012 :
1.    Diameter       30-39 cm, Rp. 1.000.000,-
2.    Diameter       40-49 cm, Rp. 1.100.000,-
3.    Diameter         > 50 cm, Rp. 1.200.000,-

Harga ini diprediksi akan mengalami kenaikan seiring dengan tingkat kebutuhan/permintaan yang semakin bertambah tiap tahunnya, sedangkan persediaan kayu Gmelina semakin lama semakin terbatas. Dalam 1 Ha lahan dapat ditanam 1100 batang bibit Gmelina dengan jarak tanam 3x3 m, dan dapat ditanam 2500 batang bibit Gmelina jika ditanam dengan jarak tanam 2x2 m.

D.   PELUANG INVESTASI


Dengan gambaran mengenai pohon kayu jati putih diatas, menimbulkan sebuah peluang bisnis yang sangat menjanjikan, dengan kondisi persaingan dibidang tersebut saat ini masih sangat sedikit, sehingga ketika saat ini kita ikut andil dalam peluang bisnis ini maka adalah pelopor atau orang yang pertama merasakan kesuksesan dibidang Penanaman Pohon kayu jati putih. Adapun nilai besaran Investasinya adalah sebagai berikut :
Pola Tanam 3x3 m (1100 pohon) adalah sebesar     Rp. 15.000.000,-

Dengan Sistem pembayaran secara bertahap :
1.  Pembayaran pertama sebesar 50%, dibayarkan pada saat penandatanganan MoU (Surat Perjanjian Kerjasama) Penanaman kayu jati putih.
2.  Pembayaran selanjutnya yang sisa 50%, dibayarkan 3 bulan setelah penanaman.

E.   ALISA USAHA BUDIDAYA JATI PUTIH

1.             Analisa Biaya Investasi
Pada Luasan 1 Hektar Lahan dengan pola Tanam 3x3 m (1100 pohon)
a. Pembelian Bibit 1.100/batang x Rp. 1.500,-                                    : Rp.       1.650.000,-
b. Pembelian Bibit Penyulam 220/batang x Rp. 1.500,-                       : Rp.          330.000,-
c. Pembelian Pupuk               
1)  Pupuk Kompos 1100 x 2 kg x Rp. 500,-                                  : Rp.       1.100.000,-
2)  Phonska 1100 x 200 gr x 6 x Rp. 2.500,-                                 : Rp.       3.300.000,-
3)  Furadan 1100 x 20 gr x Rp. 15.000,-                                       : Rp.          330.000,-
d.  Biaya Tenaga Kerja
1)  Pengolahan Lahan 50.000/HOK x 25 HOK/Hektar                  : Rp.       1.250.000,
2)  Lubang Tanam 50.000/HOK x 37 HOK/Hektar                       : Rp.       1.850.000,
3)  Penanaman 50.000/HOK x 12 HOK/Hektar                            : Rp.          600.000,
4)  Biaya Perawatan/pemeliharaan selama 5 tahun                          : Rp.       4.590.000,-
Jumlah Biaya Investasi                                                              : Rp.    15.000.000,-

2. Penerimaan Dalam Investasi Jati Putih
Pada Luasan 1 Hektar Lahan Pola Tanam 3x3m (1100 Pohon)
a.  Penjarangan
Estimasi  0,4 m3/pohon  di usia 3-4 tahun  x 550 pohon  = 220 m3
Hitungan : 220 m3 x Rp. 1.000.000,- (diameter 30-39 cm)             : Rp.  220.000.000,-
b. Pemanenan akhir
Estimasi  0,6 m3/pohon  di usia 5 tahun  x 550 pohon  = 330 m3
Hitungan : 330 m3 x Rp. 1.100.000,- (diameter 40-49 cm)             : Rp.  363.000.000,-
Jumlah Penerimaan                                                                     : Rp.  583.000.000,-

3.  Analisis Keuntungan Investasi Jati Putih
Pada Luasan 1 Hektar Lahan Pola Tanam 3x3m (1100 Pohon)
a.  Penerimaan (penjarangan+panen akhir)                                    : Rp.  583.000.000,-
b. Biaya Operasional Panen
1)  Biaya tebang Rp.100.000,-/m3 x 550 m3                                  : Rp.     55.000.000,-
2)  Biaya transport kayu dari kebun Rp. 50.000,-/m3 x 550 m3      : Rp.     27.500.000,-
3)  Biaya transport kayu ke Pabrik Rp.100.000,-/m3 x 550 m3      : Rp.     55.000.000,-
4)  Zakat/Infak 2,5% (Penerimaan - Biaya-biaya x 2,5%)               : Rp.     10.762.500,-
5)  Retribusi/Surat Jalan dari pemerintah setempat (Rp.10rb/m3)     : Rp.       5.500.000,-
Jumlah Biaya Operasional Panen                                              : Rp.  153.762.500,-
Jumlah   Keuntungan Bersih                                                      : Rp.  429.237.500,-

F.    BAGI HASIL KONSEP SYARIAH

Pola kerjasama dengan konsep BAGI HASIL dengan skim sebagai berikut :

Investor                =      50 %
Pengelola              =      50 %
Total                    =    100 %

Keterangan:
  1. INVESTOR adalah Orang/Perusahaan/Organisasi yang membiayai penanaman dengan total investasi sebesar Rp. 15.000.000,- /hektar lahan.
  2. PENGELOLA adalah Tim Ahli Budidaya Kelompok Tani Ternak Al-Isti’anah Indonesia – Yayasan Al-Isti’anah Indonesia (KTTAI-YAI)  yang menyiapkan lahan dan mengelola sejak mulai persiapan lahan, penanaman awal, perawatan, sampai dengan pemanenan.
SEHINGGA ESTIMASI PENDAPATAN:
Investor                 =  50 % x Rp. 429.237.500,-   =          Rp.  214.618.750,-
Pengelola               =  50 % x Rp. 429.237.500,-   =          Rp.  214.618.750,-
Jumlah Estimasi Pendapatan                             =          Rp.  429.237.500,-


Catatan:
*)    Pembagian hasil akan dibayarkan secara tunai, segera setelah penjualan hasil panen diakhir masa periode tanam.
**)  Estimasi Perhitungan berdasarkan masukkan dari berbagai sumber dengan perkiraan hasil dan harga standar rata-rata.

gallery

Gallery :
Penyuluhan thd Para Petani / Peternak "Terpadu"

kunjungan Kemenag Kota Bandung pada acara Baksos & Peletakan Batu Pertama "Rencana Pembangunan Masjid"
 Kegiatan pengajian "Majlis Ta'lim" rutin setiap hari sabtu
 Para Asatidz dlm pengajian rutin "Sabtuan"
 Penceramah pengajian rutin "Sabtuan"
 Antrian "Peserta Baksos"
 Pasar Murah dlm Acara "Baksos", utk penggalangan dana pembangunan masjid
 Dipilih............. dipilih...............
 Yg kepilih dibungkus............!
 Pakaian murah, dipilih dipilih............
 Sembako murah...........
 Peletakan batu pertama rencana pembangunan masjid, oleh Kemenag Kota Bandung,Camat Cibiru,dan Lurah Palasari
 sda.
 sda.

 baksos.
 baksos
 baksos
 baksos, sembako
 nie, admin nya. wassalam'

program agribisnis peternakan


USAHA PETERNAKAN KAMBING PERAH



























I.             PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang

Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara Ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit, seperti Ashma, bronchitish khronik, flek paru-paru, tuberculosis (TBC), penyakit paru onstruktif khronik, batuk berat, demam tinggi, gangguan ginjal, migraine, hepatitis A, asam urat, radang sendi, radang usus (gastritis), maag, penyakit kulit (eksim), lever, alergi, sinusitis, anemia, insomnia, thalasemia, tekanan darah rendah dan tinggi, kanker, penyakit jantung fase awal, sakit kuning (jaundice), letih dan lesu, rheumatik, disfungsi ereksi/impotensi, dll.
. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping itu relatif lebih mudah dalam manajemen.
Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya kambing Peranakan Ettawa (PE), Senduro, Saapera, dan Jawarandu. Susu kambing belum dikenal secara Iuas seperti susu sapi padahal memiliki komposisi kimia yang cukup baik.

PERBANDINGAN KOMPOSISI SUSU KAMBING, SUSU SAPI & ASI - PER 100 GRAM

KOMPOSISI               SATUAN             S.KAMBING         S.SAPI            S.ASI
Protein                         g                                  3.6                   3.3                   1.0
Lemak                         g                                  4.2                   3.3                   4.4
Karbohidrat                 g                                  4.5                   4.7                   6.9
Kalori                           kal                               69                    61                    70
Fospor                         g                                  111                  93                    14
Calsium                       g                                  134                  19                    32
Magnesium                 mg                               14                    13                    3
Besi                             g                                  0.05                 0.05                 0.03
Natrium                       g                                  50                    49                    17
Kalium                         g                                  204                  152                  51
Vitamin A                    IU                                185                  126                  241
Thiamin                       mg                               0.05                 0.04                 0.014
Riboflavin                    mg                               0.14                 0.16                 0.04
Niacin                          mg                               0.28                 0.08                 0.18
Vitamin B6                  mg                               0.05                 0.04                 0.01

(Sumber : USDA-1976, BALITNAK BOGOR-1997)

Produktivitas biologis kambing perah cukup tinggi, 8-28% lebih tinggi dibandingkan sapi (Devendra, 1975). Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai dengan 3 ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak kambing perah relatif lebih rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah dibanding sapi.
Pengembangan usaha kambing perah mempunyai peluang pasar yang cukup tinggi di Jawa Barat karena daya dukung kesesuaian iklim dan aksesibilitas ke berbagai daerah konsumen. Tingginya impor dan masih rendahnya produksi susu kambing dalam negeri, merupakan pasar yang perlu dijajagi.
Dari aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia mengkonsumsi kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama setelah sapi dan ayam. Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia di dominasi oleh usaha rumah tangga dengan skala pemilikian 4 – 10 ekor.
Permintaan kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri kurang sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut. Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat sesuai dengan kambing perah. Komoditas susu kambing juga memiliki propek yang baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya susu kambing tersebut.
Jawa Barat memiliki keunggulan komparatif dalam usaha peternakan kambing karena ketersediaan lahan luas diikuti oleh kemampuan penduduk dalam menangani ternak ini. Perkembangan teknologi dalam bidang peternakan yang pesat memungkinkan untuk mencapai produktivitas lebih dari yang ada pada saat ini.

1.2. Tujuan

Melakukan analisis finansial usaha ternak kambing perah di Jawa Barat mencakup keuntungan usaha jangka pendek maupun jangka panjang serta prospek pengembangan di masa yang akan datang (peluang pasar).

II.           PELUANG PASAR

2.1. Karakteristik Pasar

Pasar bagi daging kambing dapat digolongkan menjadi 2 bagian besar yakni pasar tradisional bagi masyarakat pedesaan dan sebagian masyarakat kota dan pasar khusus bagi masyarakat kota. Kedua jenis konsumen daging kambing ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Konsumen dari pasar tradisonal belum memperhatikan aspek-aspek kesehatan hewan, pembangunan jenis daging dan cara penanganan daging. Sedang konsumen masyarakat kota sangat memperhatikan masalah-masalah kesehatan hewan/daging, cara penanganan dan pembagian jenis daging. Besarnya pangsa kedua jenis pasar ini tak dapat ditentukan.
Pada pasar tradisional, daging kambing dibeli oleh pedagang dari ternak, kemudian dipotong di rumah pemotongan hewan atau dipotong sendiri. Penjualan daging ini dilaksanakan di pasar-pasar umum. Pasar khusus masyarakat kota umumnya membeli dari pedagang daging yang telah disertifikasi. Daging dipotong di rumah pemotongan hewan dan dijual di supermarket atau di toko-toko khusus yang menjual daging. Hotel dan restoran selain membeli dari supermarket juga membeli dari pemasok yang khusus mengantarkan daging ke restoran sesuai dengan pesanan.
Tingkat permintaan daging kambing tidak terlalu fluktuatif sepanjang tahun, namun permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha. Pada hari raya tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan harga akan meningkat pula. Pada Hari raya Idul Adha, dijual kambing hidup yang sehat untuk digunakan pada kegiatan keagamaan.

Persepsi konsumen.

Dari hasil studi Sukmawati et al. 19.., memperlihatkan tentang posisi susu kambing yang semakin penting di masyarakat. Dari hasil wawancara tersebut, bahwa sebagian besar konsumen memanfaatkan susu kambing sebagai obat (56,3%) selebihnya untuk menambah daya tahan tubuh (31,2%) dan sebagai aprodisiak (12,5%). Susu kambing lebih dikenal sebagai penawar penyakit tertentu disamping sebagai sumber gizi.
Susu kambing ternyata sangat potensial sebagi sumber protein hewani disamping susu sapi. Bagi anak-anak (bayi) yang alergi terhadap susu sapi, susu kambing dapat menggantikannya. Oleh sebab itu, tepat sekali kalau pemasyarakatan susu kambing dikaitkan dengan program gizi keluarga dalam program posyandu. Di Inggris, susu kambing selain dikonsumsi, juga diolah menjadi berbagai bentuk seperti keju, krim, mentega dan yoghurt (Mackenzie,1970).

Harga yang sangat menarik.

Persepsi tersebut diatas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mahalnya harga susu kambing jika dibandingkan harga susu sapi yang dapat mencapai 10 kali lipat. Harga susu kambing segar mulai Rp12.000/liter di Jawa Barat, sebaliknya harga susu sapi Rp2500 – 3000/liter.

Konsumsi Susu Kambing.

Akhir-akhir ini konsumsi susu kambing terus meningkat dari tahun ketahun. Laju peningkatan populasi yang tidak seimbang dengan laju permintaan kambing tersebut akan menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi tersebut. Jika diperkirakan seekor kambing dapat menghasilkan daging seberat 10 kg, laju permintaan daging kambing 6% per tahun dan laju peningkatan populasi kambing sebesar 3% per tahun maka proyeksi permintaan dan populasi kambing tahun 1999 terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Proyeksi Permintaan dan Produksi Kambing Indonesia (000 ekor)

Tahun
1991
1993
1995
1997
1999
Populasi kambing
11,609
12,316
13,067
13,862
14,706
Permintaan kambing
7,966
8,951
10,057
11,300
12,697
Keseimbangan Persediaan
3,643
3,365
3,010
2,562
2,009

Sumber : Statistik Peternakan

Dari Tabel 1 diatas terlihat dengan laju permintaan sebesar 6% per tahun dan tingkat produksi permintaan sebesar 6% pertahun, sedangkan tingkat produksi sebesar 3% per tahun, maka dalam 10 tahun, kebutuhan daging Indonesia mungkin tidak lagi dicukupi.

III.          DESKRIPSI USAHA DAN KOEFISIEN TEKNIS PRODUKSI

3.1.        Faktor Teknis

Populasi kambing di Indonesia saat ini mencapai 7 juta ekor. Jumlah ini 76% diantaranya berada di Pulau Jawa. Kambing umumnya dipelihara dengan cara yang sangat sederhana di setiap rumah tangga pedesaan. Setiap keluarga pada umumnya memiliki 4 – 6 ekor kambing yang dipelihara dengan dikandangkan di halaman rumah dan digembalakan di areal bekas panen atau lahan beras. Pakan yang diberikan setiap hari berasal dari rumput yang ada di sekitar rumah.
Jenis kambing yang saat ini banyak dipelihara adalah kambing lokal dan kambing perah. Jenis kambing perah (PE, SENDURO, SAAPERA, JAWARANDU) merupakan jenis yang memiliki produktivitas tinggi dan daya tahan yang Iebih baik. Kambing betina jenis ini mencapai kematangan seksual pada umur 8 – 9 bulan. Masa kehamilan selama 5 bulan dan masa Iaktasi 4 bulan. Dengan pemeliharaan yang baik, kambing perah dapat dikawinkan lagi 2 – 3 bulan  setelah melahirkan. Setiap melahirkan kambing mampu menghasilkan 2 – 3 ekor cempe (anak), sehingga dalam dua tahun dapat menghasilkan 6 – 9 ekor cempe. Kambing perah dewasa  memiliki berat karkas bersih 20 – 30 kg untuk kambing jantan dan 15 – 20 kg untuk betina. Masa subur kambing betina sampai berusia 5 tahun.
 Secara teoritis, kambing perah dapat menghasilkan 3 – 6 anak setiap dua tahun. Reproduksi kambing perah juga dipengaruhi oleh tingkat kecukupan gizi yang ada.
Kebutuhan pakan kambing perah dipenuhi dengan rumput-rumputan 60% dan daun-daunan 40%. Selain rumput dan daun-daunan (Hijauan Makanan Ternak/HMT)), kambing juga memerlukan makanan tambahan dapat berupa dedak, ampas tahu atau ampas singkong/ongok. Selain itu perlu ditambahkan vitamin dapat berupa minyak ikan, mineral, atau garam.  
Dengan asupan pakan yang baik diatas, masa laktasi kambing perah dapat bertahan baik sampai dengan 12 bulan.

Perkiraan perkembangan kambing pada ranch didasarkan pada perhitungan berikut:


-
Kematian tahunan kambing dewasa
:
10%
-
Daya tahan hidup (survival rate) jantan
:
65%
-
Daya tahan hidup (survival rate) betina
:
85%
-
Tingkat pergantian induk
:
35%
-
(Kematian 10%, penyisihan karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%)




-
Persentasi induk yang disisihkan
:
10%
-
Tingkat penggantian induk
:
25%




Analisa usaha ternak kambing perah ini menggunakan induk 16 ekor dengan periode pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh adalah 2,25 ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara penggunaan jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual sebagai pejantan afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina dipilih sebanyak 2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya dijual. Penjualan ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup.
Beberapa hasil penelitian (Sukmawatu et al.) memperlihatkan keragaan produksi kambing perah dengan sistem pemeliharaan yang dikandangkan (sistem pemeliharaan intensif) dipelihatkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Keragaan Produktivitas Kambing Karakteristik
Litter size (ekor/kelahiran)
2,25
Berat lahir (kg)
3
Kematian anak pra-sapih (%)
8
Pertumbuhan anak harian (g)
-
- pra sapih
135
- lepas sapih
100

Produki susu kambing berkisar 0,7 – 1,0 kg per hari dengan rata-rata waktu laktasi 140 hari. Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasi dapat dilakukan sampai 12 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan bulan kedua, dapat mencapai produksi 2 liter/ekor/hari.


IV. SKALA USAHA I KAPASITAS PRODUKSI

Dari hasil studi di beberapa lokasi, serta untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga secara optimal dan dimungkinkannya tercapainya tingkat investasi yang cocok bagi kebanyakan masyarakat di Jawa Barat, maka skala usaha yang disarankan dalam usaha kambing perah untuk produksi air susu adalah 11 ekor induk kambing dengan masa pemeliharaan 6 tahun.

V. ALTERNATIF LOKASI

Sebagai ternak perah, lokasi yang ideal bagi peternakan kambing perah adalah pada daerah dengan dukungan sarana transportasi yang memadai, bersuhu sejuk (sekitas 20oC) atau pada daerah dengan ketinggian dari permukaan laut lebih dari 600 m, dengan ketersediaan air bersih yang cukup. Wilayah pengembangan adalah pada daerah dengan lama periode kering tidak lebih dari 4 bulan, sehingga ketersediaan hijauan dapat lebih terjamin. Sedapat mungkin ketersediaan lahan untuk tanaman rumput juga tersedia. Namun demikian berdasarkan studi banding pada beberapa lokasi pengembangan kambing perah, pada wilayah bersuhu panas seperti Banjar dan Cirebon pun ternyata pengembangan kambing perah ini relative adaptif.

VI. PEMBIAYAAN DAN KELAYAKAN INVESTASI

Investasi tetap yang diperlukan dalam pegembangan ternak kambing perah meliputi bangunan kandang, pembelian bibit betina dan jantan, sewa lahan, pembuatan gudang, dan lain-lain. Total investasi untuk skala pemeliharaan 10 ekor betina dan 1 ekor jantan sebesar Rp. 24.000.000,-. Sedangkan biaya operasional yang diperlukan dan dikeluarkan setiap tahunnya mencakup biaya replacement stock, pakan, obat, tenaga kerja, peralatan dan lain-lain dengan total kebutuhan pertahun sebesar Rp. 12.150.000,-. Sehingga total kebutuhan dana yang terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya operasional selama satu tahun sebesar Rp 36.650.000,-. Struktur pembiayaan dan investasi diperlihatkan dalam Tabel 3.
Komponen biaya adalah komponen biaya tenaga kerja dan pakan tambahan masing-masing sebesar 24% dan 48%.
Komponen penerimaan terdiri dari penjualan susu, penjualan betina afkir, penjualan jantan afkir, penjualan anak betina, penjualan anak jantan, dan penjualan pupuk. Total penerimaan setiap tahun mencapai Rp. 47.220.000,-.
Tabel 3. Estimasi Input-Output Usaha Ternak kambing Perak (rupiah/tahun)
Biaya dan Penerimaan
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Mulai awal
1.Pembuatan kandang
5.500.000


2.Pembelian ternak



- Betina siap kawin 10 x Rp 1.500.000
15.000.000


- Pejantan 1 x Rp 3.500.000
3.500.000


3.Sewa lahan (500 m2)



4.Gudang





24.000.000

Biaya tetap
1.Penyusutan Kandang

500.000


2.Penyusutan Gudang




500.000


Biaya variabel



1. Replacement
1.500.000


2.Pakan tambahan
5.950.000


3.Obat-obatan
1.200.000


4.Tenaga Kerja
3.000.000


5. Peralatan
500.00


6. Lain-lain





12.150.000




36.650.000
Output



1.Penjualan susu
30.240.000


2.Penjualan betina afkir
1.000.000


3.Penjualan jantan afkir



4.Penjualan anak jantan
7.200.000


5.Penjualan anak betina
7.200.000


6.Penjualan pupuk
1.580.000





47.220.000

Dengan skala 10 ekor betina dan 1 ekor jantan bagi petani dapat merupakan usaha pokok dalam usaha tani. Keuntungan usaha setelah dikurangi beban bunga 18 persen per tahun diprediksi sebesar Rp 27.973.000,- per tahun atau Rp 2.330.000,- per bulan. Berdasarkan perhitungan selama lima tahun, NPV pada tingkat KAMBING PERAH mampu bertahan dalam suku bunga yang tinggi, karena IRR yang sangat tinggi (> 100%). Jangka waktu pengembalian juga relatif cepat, sekitar 0,66 tahun atau sekitar 8 bulan.

Tabel 4. Indikator Investasi Usaha Ternak Kambing PE Skala 6 Ekor Betina dan 2 Ekor Jantan
No
Komponen
Nilai
1
NPV (I=18%/th)
64.262.039
2
NPV (I=25%/th)
54.090.450
3
IRR
> 100%
4
Payback Period (BI)
7,29

VII. PELUANG PIHAK INVESTOR

Dari hasil analisis biaya dan investasi tersebut di atas, ternyata usaha peternakan kambing perah dengan air susu sebagai produk utama adalah Iayak secara teknis, ekonomis dan finansial di Jawa Barat bila dilaksanakan dengan manajemen berorientasi komersial dan dengan disertai sistem pemeliharaan yang intensif. Penerapan teknologi sederhana berupa pembuatan kandang yang bersifat permanen dan hygienis serta mula mengintroduksi pakan tambahan yang seimbang, sehingga kematian anak dapat ditekan dan keragaan reproduksi menjadi lebih baik membuat usaha ini dapat berjalan lebih efisien dan dapat menguntungkan bagi peternak.
Untuk ekspansi usaha bagi peternak tentunya terbatas, khususnya dalam hal pengadaan modal kerja. Dalam hal ini ada peluang bagi investor untuk membantu masyarakat dengan membuat kemitraan usaha, dimana investor dapat berperan sebagai inti dan masyarakat peternak sebagi plasma yang saling menguntungkan. Bagi peternak penerimaan cash income yang lebih terjamin oleh inti merupakan sesuatu yang sangat menarik.