USAHA PETERNAKAN KAMBING PERAH
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kambing
perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang memiliki prospek pengembangan
yang baik. Walaupun belum terbukti secara Ilmiah, anggapan yang berkembang di
masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit,
seperti Ashma, bronchitish khronik, flek paru-paru, tuberculosis
(TBC), penyakit paru onstruktif khronik, batuk berat, demam tinggi, gangguan
ginjal, migraine, hepatitis A, asam urat, radang sendi, radang usus
(gastritis), maag, penyakit kulit (eksim), lever, alergi, sinusitis, anemia,
insomnia, thalasemia, tekanan darah rendah dan tinggi, kanker, penyakit jantung fase awal, sakit kuning
(jaundice), letih dan lesu, rheumatik, disfungsi ereksi/impotensi, dll.
.
Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga cukup tinggi.
Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai peghasil susu dan
daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah memerlukan investasi jauh
lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping itu relatif lebih
mudah dalam manajemen.
Kambing
perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya kambing Peranakan Ettawa
(PE), Senduro, Saapera, dan Jawarandu. Susu kambing belum dikenal secara Iuas
seperti susu sapi padahal memiliki komposisi kimia yang cukup baik.
PERBANDINGAN KOMPOSISI SUSU KAMBING, SUSU SAPI & ASI
- PER 100 GRAM
KOMPOSISI SATUAN S.KAMBING S.SAPI S.ASI
Protein g 3.6 3.3 1.0
Lemak g 4.2 3.3 4.4
Karbohidrat g
4.5 4.7 6.9
Kalori kal 69 61 70
Fospor g 111 93 14
Calsium g
134 19 32
Magnesium mg
14 13 3
Besi g 0.05 0.05 0.03
Natrium g
50 49 17
Kalium g 204 152 51
Vitamin A IU
185 126 241
Thiamin mg
0.05 0.04 0.014
Riboflavin mg
0.14 0.16 0.04
Niacin mg 0.28 0.08 0.18
Vitamin B6 mg
0.05 0.04 0.01
(Sumber : USDA-1976, BALITNAK BOGOR-1997)
Produktivitas
biologis kambing perah cukup tinggi, 8-28% lebih tinggi dibandingkan sapi
(Devendra, 1975). Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai
dengan 3 ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk
anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak
mengganggu proses reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak kambing perah relatif
lebih rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah dibanding sapi.
Pengembangan
usaha kambing perah mempunyai peluang pasar yang cukup tinggi di Jawa Barat karena
daya dukung kesesuaian iklim dan aksesibilitas ke berbagai daerah konsumen.
Tingginya impor dan masih rendahnya produksi susu kambing dalam negeri,
merupakan pasar yang perlu dijajagi.
Dari
aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia
juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia
mengkonsumsi kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama
setelah sapi dan ayam. Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha
peternakan kambing di Indonesia di dominasi oleh usaha rumah tangga dengan
skala pemilikian 4 – 10 ekor.
Permintaan
kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel masih
dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri kurang
sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut.
Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas
diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat
sesuai dengan kambing perah. Komoditas susu kambing juga memiliki propek yang
baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya susu kambing tersebut.
Jawa
Barat memiliki keunggulan komparatif dalam usaha peternakan kambing karena
ketersediaan lahan luas diikuti oleh kemampuan penduduk dalam menangani ternak
ini. Perkembangan teknologi dalam bidang peternakan yang pesat memungkinkan
untuk mencapai produktivitas lebih dari yang ada pada saat ini.
1.2. Tujuan
Melakukan
analisis finansial usaha ternak kambing perah di Jawa Barat mencakup keuntungan
usaha jangka pendek maupun jangka panjang serta prospek pengembangan di masa
yang akan datang (peluang pasar).
II.
PELUANG PASAR
2.1. Karakteristik Pasar
Pasar
bagi daging kambing dapat digolongkan menjadi 2 bagian besar yakni pasar
tradisional bagi masyarakat pedesaan dan sebagian masyarakat kota dan pasar
khusus bagi masyarakat kota. Kedua jenis konsumen daging kambing ini mempunyai
karakteristik yang berbeda. Konsumen dari pasar tradisonal belum memperhatikan
aspek-aspek kesehatan hewan, pembangunan jenis daging dan cara penanganan
daging. Sedang konsumen masyarakat kota sangat memperhatikan masalah-masalah
kesehatan hewan/daging, cara penanganan dan pembagian jenis daging. Besarnya
pangsa kedua jenis pasar ini tak dapat ditentukan.
Pada
pasar tradisional, daging kambing dibeli oleh pedagang dari ternak, kemudian
dipotong di rumah pemotongan hewan atau dipotong sendiri. Penjualan daging ini
dilaksanakan di pasar-pasar umum. Pasar khusus masyarakat kota umumnya membeli
dari pedagang daging yang telah disertifikasi. Daging dipotong di rumah
pemotongan hewan dan dijual di supermarket atau di toko-toko khusus yang
menjual daging. Hotel dan restoran selain membeli dari supermarket juga membeli
dari pemasok yang khusus mengantarkan daging ke restoran sesuai dengan pesanan.
Tingkat
permintaan daging kambing tidak terlalu fluktuatif sepanjang tahun, namun
permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha. Pada hari
raya tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan harga akan
meningkat pula. Pada Hari raya Idul Adha, dijual kambing hidup yang sehat untuk
digunakan pada kegiatan keagamaan.
Persepsi konsumen.
Dari
hasil studi Sukmawati et al. 19.., memperlihatkan tentang posisi susu kambing
yang semakin penting di masyarakat. Dari hasil wawancara tersebut, bahwa
sebagian besar konsumen memanfaatkan susu kambing sebagai obat (56,3%)
selebihnya untuk menambah daya tahan tubuh (31,2%) dan sebagai aprodisiak
(12,5%). Susu kambing lebih dikenal sebagai penawar penyakit tertentu disamping
sebagai sumber gizi.
Susu kambing ternyata sangat potensial sebagi sumber protein
hewani disamping susu sapi. Bagi anak-anak (bayi) yang alergi terhadap susu
sapi, susu kambing dapat menggantikannya. Oleh sebab itu, tepat sekali kalau
pemasyarakatan susu kambing dikaitkan dengan program gizi keluarga dalam
program posyandu. Di Inggris, susu kambing selain dikonsumsi, juga diolah
menjadi berbagai bentuk seperti keju, krim, mentega dan yoghurt
(Mackenzie,1970).
Harga yang sangat menarik.
Persepsi
tersebut diatas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mahalnya harga
susu kambing jika dibandingkan harga susu sapi yang dapat mencapai 10 kali
lipat. Harga susu kambing segar mulai Rp12.000/liter di Jawa Barat, sebaliknya
harga susu sapi Rp2500 – 3000/liter.
Konsumsi Susu Kambing.
Akhir-akhir
ini konsumsi susu kambing terus meningkat dari tahun ketahun. Laju peningkatan
populasi yang tidak seimbang dengan laju permintaan kambing tersebut akan
menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi tersebut. Jika
diperkirakan seekor kambing dapat menghasilkan daging seberat 10 kg, laju
permintaan daging kambing 6% per tahun dan laju peningkatan populasi kambing
sebesar 3% per tahun maka proyeksi permintaan dan populasi kambing tahun 1999 terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Proyeksi
Permintaan dan Produksi Kambing Indonesia (000 ekor)
Tahun
|
1991
|
1993
|
1995
|
1997
|
1999
|
Populasi kambing
|
11,609
|
12,316
|
13,067
|
13,862
|
14,706
|
Permintaan kambing
|
7,966
|
8,951
|
10,057
|
11,300
|
12,697
|
Keseimbangan Persediaan
|
3,643
|
3,365
|
3,010
|
2,562
|
2,009
|
Sumber : Statistik
Peternakan
Dari
Tabel 1 diatas terlihat dengan laju permintaan sebesar 6% per tahun dan tingkat
produksi permintaan sebesar 6% pertahun, sedangkan tingkat produksi sebesar 3%
per tahun, maka dalam 10 tahun, kebutuhan daging Indonesia mungkin tidak lagi
dicukupi.
III.
DESKRIPSI USAHA DAN KOEFISIEN TEKNIS PRODUKSI
3.1.
Faktor Teknis
Populasi
kambing di Indonesia saat ini mencapai 7 juta ekor. Jumlah ini 76% diantaranya
berada di Pulau Jawa. Kambing umumnya dipelihara dengan cara yang sangat
sederhana di setiap rumah tangga pedesaan. Setiap keluarga pada umumnya
memiliki 4 – 6 ekor kambing yang
dipelihara dengan dikandangkan di halaman rumah dan digembalakan di areal bekas
panen atau lahan beras. Pakan yang diberikan setiap hari berasal dari rumput
yang ada di sekitar rumah.
Jenis kambing yang saat
ini banyak dipelihara adalah kambing lokal dan kambing perah. Jenis kambing perah
(PE, SENDURO, SAAPERA, JAWARANDU) merupakan jenis yang memiliki produktivitas
tinggi dan daya tahan yang Iebih baik. Kambing betina jenis ini mencapai
kematangan seksual pada umur 8 – 9 bulan. Masa kehamilan selama 5 bulan dan
masa Iaktasi 4 bulan. Dengan pemeliharaan
yang baik, kambing perah dapat dikawinkan lagi 2 – 3 bulan setelah melahirkan. Setiap melahirkan kambing
mampu menghasilkan 2 – 3 ekor cempe (anak), sehingga dalam dua tahun dapat
menghasilkan 6 – 9 ekor cempe. Kambing perah dewasa memiliki berat karkas bersih 20 – 30 kg untuk kambing jantan dan 15 – 20 kg untuk betina. Masa subur
kambing betina sampai berusia 5 tahun.
Secara teoritis, kambing perah dapat
menghasilkan 3 – 6 anak setiap dua tahun. Reproduksi kambing perah juga
dipengaruhi oleh tingkat kecukupan gizi yang ada.
Kebutuhan pakan kambing perah
dipenuhi dengan rumput-rumputan 60% dan daun-daunan 40%. Selain rumput dan
daun-daunan (Hijauan Makanan Ternak/HMT)), kambing juga memerlukan makanan
tambahan dapat berupa dedak, ampas tahu atau ampas singkong/ongok. Selain itu perlu ditambahkan vitamin
dapat berupa minyak ikan, mineral, atau garam.
Dengan asupan pakan yang baik diatas,
masa laktasi kambing perah dapat bertahan baik sampai dengan 12 bulan.
Perkiraan perkembangan
kambing pada ranch didasarkan pada perhitungan berikut:
|
||||
-
|
Kematian tahunan kambing
dewasa
|
:
|
10%
|
|
-
|
Daya tahan hidup
(survival rate) jantan
|
:
|
65%
|
|
-
|
Daya tahan hidup
(survival rate) betina
|
:
|
85%
|
|
-
|
Tingkat pergantian induk
|
:
|
35%
|
|
-
|
(Kematian 10%,
penyisihan karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%)
|
|||
-
|
Persentasi induk yang
disisihkan
|
:
|
10%
|
|
-
|
Tingkat penggantian
induk
|
:
|
25%
|
|
Analisa
usaha ternak kambing perah ini menggunakan induk 16 ekor dengan periode
pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh adalah 2,25
ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara penggunaan
jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual sebagai
pejantan afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina dipilih
sebanyak 2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya dijual.
Penjualan ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup.
Beberapa
hasil penelitian (Sukmawatu et al.) memperlihatkan keragaan produksi kambing perah
dengan sistem pemeliharaan yang dikandangkan (sistem pemeliharaan intensif)
dipelihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Keragaan Produktivitas Kambing Karakteristik
|
|
Litter size
(ekor/kelahiran)
|
2,25
|
Berat lahir (kg)
|
3
|
Kematian anak pra-sapih
(%)
|
8
|
Pertumbuhan anak harian
(g)
|
-
|
- pra sapih
|
135
|
- lepas sapih
|
100
|
Produki
susu kambing berkisar 0,7 – 1,0 kg per hari dengan rata-rata waktu laktasi 140
hari. Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasi dapat dilakukan
sampai 12 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan bulan kedua,
dapat mencapai produksi 2 liter/ekor/hari.
IV. SKALA USAHA I KAPASITAS PRODUKSI
Dari
hasil studi di beberapa lokasi, serta untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja
keluarga secara optimal dan dimungkinkannya tercapainya tingkat investasi yang
cocok bagi kebanyakan masyarakat di Jawa Barat, maka skala usaha yang
disarankan dalam usaha kambing perah untuk produksi air susu adalah 11 ekor
induk kambing dengan masa pemeliharaan 6 tahun.
V. ALTERNATIF LOKASI
Sebagai
ternak perah, lokasi yang ideal bagi peternakan kambing perah adalah pada
daerah dengan dukungan sarana transportasi yang memadai, bersuhu sejuk (sekitas
20oC) atau pada daerah dengan ketinggian dari permukaan laut lebih
dari 600 m, dengan ketersediaan air bersih yang cukup. Wilayah pengembangan
adalah pada daerah dengan lama periode kering tidak lebih dari 4 bulan,
sehingga ketersediaan hijauan dapat lebih terjamin. Sedapat mungkin
ketersediaan lahan untuk tanaman rumput juga tersedia. Namun demikian
berdasarkan studi banding pada beberapa lokasi pengembangan kambing perah, pada
wilayah bersuhu panas seperti Banjar dan Cirebon pun ternyata pengembangan
kambing perah ini relative adaptif.
VI. PEMBIAYAAN DAN KELAYAKAN INVESTASI
Investasi tetap yang diperlukan dalam pegembangan ternak kambing perah
meliputi bangunan kandang, pembelian bibit betina dan jantan, sewa lahan,
pembuatan gudang, dan lain-lain. Total investasi untuk skala pemeliharaan 10
ekor betina dan 1 ekor jantan sebesar Rp. 24.000.000,-. Sedangkan biaya
operasional yang diperlukan dan dikeluarkan setiap tahunnya mencakup biaya
replacement stock, pakan, obat, tenaga kerja, peralatan dan lain-lain dengan
total kebutuhan pertahun sebesar Rp. 12.150.000,-. Sehingga total kebutuhan
dana yang terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya operasional selama satu
tahun sebesar Rp 36.650.000,-. Struktur pembiayaan dan investasi diperlihatkan
dalam Tabel 3.
Komponen
biaya adalah komponen biaya tenaga kerja dan pakan tambahan masing-masing
sebesar 24% dan 48%.
Komponen penerimaan terdiri dari penjualan susu, penjualan betina
afkir, penjualan jantan afkir, penjualan anak betina, penjualan anak jantan,
dan penjualan pupuk. Total penerimaan setiap tahun mencapai Rp. 47.220.000,-.
Tabel
3. Estimasi Input-Output Usaha Ternak kambing Perak (rupiah/tahun)
Biaya dan Penerimaan
|
Jumlah (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
Mulai awal
|
|||
1.Pembuatan
kandang
|
5.500.000
|
||
2.Pembelian
ternak
|
|||
-
Betina siap kawin 10 x Rp 1.500.000
|
15.000.000
|
||
-
Pejantan 1 x Rp 3.500.000
|
3.500.000
|
||
3.Sewa
lahan (500 m2)
|
|||
4.Gudang
|
|||
24.000.000
|
|||
Biaya tetap
1.Penyusutan
Kandang
|
500.000
|
||
2.Penyusutan Gudang
|
|||
500.000
|
|||
Biaya variabel
|
|||
1.
Replacement
|
1.500.000
|
||
2.Pakan
tambahan
|
5.950.000
|
||
3.Obat-obatan
|
1.200.000
|
||
4.Tenaga
Kerja
|
3.000.000
|
||
5.
Peralatan
|
500.00
|
||
6. Lain-lain
|
|||
12.150.000
|
|||
36.650.000
|
|||
Output
|
|||
1.Penjualan
susu
|
30.240.000
|
||
2.Penjualan
betina afkir
|
1.000.000
|
||
3.Penjualan
jantan afkir
|
|||
4.Penjualan
anak jantan
|
7.200.000
|
||
5.Penjualan
anak betina
|
7.200.000
|
||
6.Penjualan pupuk
|
1.580.000
|
||
47.220.000
|
Dengan skala 10 ekor betina dan 1 ekor jantan bagi petani dapat
merupakan usaha pokok dalam usaha tani. Keuntungan usaha setelah dikurangi
beban bunga 18 persen per tahun diprediksi sebesar Rp 27.973.000,- per tahun
atau Rp 2.330.000,- per bulan. Berdasarkan perhitungan selama lima tahun, NPV
pada tingkat KAMBING PERAH mampu bertahan dalam suku bunga yang tinggi, karena
IRR yang sangat tinggi (> 100%). Jangka waktu pengembalian juga relatif
cepat, sekitar 0,66 tahun atau sekitar 8 bulan.
Tabel
4. Indikator Investasi Usaha Ternak Kambing PE Skala 6 Ekor Betina dan 2 Ekor
Jantan
No
|
Komponen
|
Nilai
|
1
|
NPV (I=18%/th)
|
64.262.039
|
2
|
NPV (I=25%/th)
|
54.090.450
|
3
|
IRR
|
> 100%
|
4
|
Payback Period (BI)
|
7,29
|
VII. PELUANG PIHAK INVESTOR
Dari
hasil analisis biaya dan investasi tersebut di atas, ternyata usaha peternakan
kambing perah dengan air susu sebagai produk utama adalah Iayak secara teknis,
ekonomis dan finansial di Jawa Barat bila dilaksanakan dengan manajemen
berorientasi komersial dan dengan disertai sistem pemeliharaan yang intensif.
Penerapan teknologi sederhana berupa pembuatan kandang yang bersifat permanen
dan hygienis serta mula mengintroduksi pakan tambahan yang seimbang, sehingga
kematian anak dapat ditekan dan keragaan reproduksi menjadi lebih baik membuat
usaha ini dapat berjalan lebih efisien dan dapat menguntungkan bagi peternak.
Untuk ekspansi usaha bagi
peternak tentunya terbatas, khususnya dalam hal pengadaan modal kerja. Dalam
hal ini ada peluang bagi investor untuk membantu masyarakat dengan membuat
kemitraan usaha, dimana investor dapat berperan sebagai inti dan masyarakat
peternak sebagi plasma yang saling menguntungkan. Bagi peternak penerimaan cash
income yang lebih terjamin oleh inti merupakan sesuatu yang sangat menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar