Jumat, 02 Maret 2012

Perkawinan Kambing


Mengelola Perkawinan Kambing



MENGELOLA PERKAWINAN KAMBING
(Oleh : Simon P Ginting)
Birahi Pada Induk

Perkawinan pada induk kambing hanya dapat terjadi dalam masa birahi yang berlangsung selama 12-48 jam, sangat bervariasi antar induk. Ovulasi (pelepasan sel telur) terjadi 12-36 jam setelah birahi muncul, dan saat kawin paling tepat adalah setelah ovulasi berlangsung. Oleh karena itu, pada sistem perkawinan yang dilakukan secara terkontrol yaitu setiap individu induk telah diprogramkan atau ditetapkan untk dikawinkan dengan pejantan terseseleksi tertentu, maka apabila pada seekor induk birahi muncul pada pagi hari sebaiknya induk dikawinkan pada sore harinya, atau bila birahi timbul pada sore hari induk sebaiknya dikawinkan pada keesokan paginya.
Pada sistem perkawinan kelompok dimana pejantan disatukan dalam kelompok betina, perkawinan dapat terjadi setiap saat, terutama 12-15 jam setelah tanda birahi muncul (setelah ovulasi). Perlu diingat bahwa masa hidup sel telur berkisar antara 12-24 jam, sedangkan masa hidup sperma didalam saluran reproduksi induk antara 24-48 jam. Oleh karena itu, terdapat waktu yang cukup panjang agar pembuahan sel telur oleh sperma dapat berlangsung dengan baik. Siklus birahi atau selang waktu antara dua birahi pada induk kambing berlangsung selama 18-22 hari.

Banyak tanda-tanda yang dapat diamati yang menunjukan timbulnya birahi pada seekor induk kambing. Menjelang masa birahi (pro-estrus) ternak lain sering mencoba menaiki induk, namun biasanya induk menunjukan reaksi penolakan. Namun, bila telah memasuki periode estrus (birahi) reasksi nduk biasanya tidak menolak, bila dinaiki oleh ternak lain dalam kelompoknya. Induk juga biasanya mengeluarkan suara yang khas seolah kelaparan atau kesakitan dan menggerakan ekor secara konsisten. Pada kebanyak induk organ vulva mengalami pembengkakan dan berwarna kemerahan. Beberapa induk sering mengeluarkan cairan dari vulva yang awalnya bening, namun berubah menjadi kental dan berwarna putih pada saat memasuki masa akhir birahi. Frekuensi urinasi (mengeluarkan air seni) akan meningkat dan bermaksud untuk menarik perhatian pejantan. Jika terdapat induk yang dalam masa birahi, pejantan biasanya menunjukan ‘rekasi Flehmen’ yaitu gerakan dengan menggulung/memutar kebelakng bibir bagian atas sambil mengangkat kepala dan mendengus. Reaksi ini umum terjadi pada binatang berkuku sebagai Respon terhadap aroma khas yang berasal dari urin betina yang dalam masa birahi.
Pengamatan berulang/beberapa kali dalam sehari perlu dilakukan oleh peternak untuk memastikan apakah induk dalam masa birahi atau tidak. Hal ini penting artinya untuk meningkatkan efisiensi reproduksi induk kambing. Jika terdapat induk atau beberapa induk yang tidak menunjukan gejala birahi yang jelas, maka dapat digunakan pejantan untuk memicu timbulnya birahi. Sebaiknya digunakan pejantan dewasa yang memiliki aroma khas. Umumnya, birahi yang timbul pada seekor induk dalam suatu kelompok setelah dicampur dengan pejantan akan memicu timbulnya birahi pada induk lain.
Gambar 2. Induk yang sedang birahi menunjukan tanda yang khas dan akan menarik perhatian pejantan sehingga memungkinkan perkawinan  pada waktu yang tepat

Perkawinan
Pola perkawinan dalam produksi kambing dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan perkawian secara individual atau perkawinan dengan pendekatan kelompok. Pada pola perkawinan individual, maka seekor induk dikawinkan satu persatu dengan pejantan terpilih yang telah ditetapkan sebagai pemacek. Pada pola perkawinan individual ini pengamatan masa birahi oleh peternak perlu dilakukan secara cermat untuk memastikan induk akan kawin pada saat yang paling optimal (setelah ovulasi). Tingkat keberhasilan perkawinan induk dalam pola perkawinan individu ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan peternak dalam mendeteksi waktu birahi pada induk. Oleh karena itu perlu melakukan pengamatan pada pagi dan sore hari. Biasanya pejantan dibiarkan melakukan perkawinan paling tidak sebanyak 2 kali dalam selang waktu setengah jam. Perkawinan yang baik/coitus biasanya ditandai dengan gerakan induk yang menekan/menurunkan ekor dan bagian belakang tubuh kearah bawah dengan kuat selama kira-kira 20 detik.
Pada pola perkawinan kelompok pejantan terpilih dicampur dengan beberapa ekor induk dalam kurun waktu tertentu sampai induk mengalami kebuntingan. Pejantan terpilih disarankan dicampur dengan kelompok betina selama dua siklus birahi yaitu selama 42-45 hari dengan alasan bahwa apabila pada siklus birahi pertama ternyata tidak terjadi perkawinan, maka diharapkan pada siklus birahi kedua perkawinan tidak akan terlewatkan. Dengan demikian, kepastian kebuntingan ternak lebih terjamin. Pola ini juga dapat mempersempit rentang waktu melahirkan antara individu induk, sehingga mendekati waktu beranank yang lebih seragam. Setelah memastikan bahwa induk telah bunting (dapat diduga dari tidak munculnya tanda birahi pada induk), maka pejantan disarankan dikeluarkan dari kandang induk. Pejantan yang terus bercampur dengan induk dapat mengalami penurunan libido atau agresivitas terhadap betina estrus. Dalam sistem perkawinan baik individual maupun kelompok, rasio pajantan/induk dapat mencapai 1/20-30 apabila kondisi pejantan sangat baik.
Dalam pola ini deteksi masa birahi dilakukan oleh pejantan dan biasanya jarang yang terlewatkan. Deteksi birahi oleh peternak dalam pola perkawinan kelompok tetap memiliki arti manajemen yang penting untuk mengetahui atau memprediksi waktu melahirkan. Dengan demikian manjemen yang terkait dengan masa kebuntingan dan waktu melahirkan dapat dikelola dan dipersiapkan dengan lebih terencana.

Perkawinan Induk Muda
Masa produktif seekor induk dimulai saat terjadi perkawinan dengan pejantan yang subur. Penentuan umur kawin pada induk muda sering menjadi pertimbangan dalam pengelolaan induk. Namun, umur sebenarnya bukan satu-satunya faktor utama yang menentukan saat kawin yang optimal pada induk muda. Faktor lain yang sangat penting adalah bobot tubuh. Pada saat timbulnya birahi pertama kali pada induk muda, induk secara biologis sudah mau menerima pejantan. Oleh karena itu pada prinsipnya induk muda dapat dikawinkan pada umur 7 bulan saat tanda birahi pertama timbul. Namun sebaiknya perkawinan ditunda sampai induk mencapaibobot tubuh tertentu. Direkomendasian bahwa saat yang paling baik untuk pertama kawin adalah pada saat bobot tubuh mencapai 70-75% dari potensi bobot dewasa tubuhnya. Ada pengalaman bahwa perkawinan pertama kali induk muda pada bobot tubuh dan umur yang tidak optimal berpotensi memiliki jumlah anak sekelahiran yang tunggal selama masa produksinya. Perkawinan pertama pada umur muda atau bobot tidak optimal berpotensi menyebabkan induk melahirkan anak dengan bobot tubuh yang rendah pula atau induk tidak pernah mampu mencapai potensi bobot tubuhnya.
Besaran bobot dewasa tubuh sangat tergantung kepada ras atau bangsa kambing. Oleh karena bobot tubuh berhubungan erat dengan umur, maka rekomendasi umur kawin pertama juga tergantung kepada bangsa kambing. Bangsa kambing dengan bobot tubuh besar, seperti kambing Boer biasanya dikawinkan pada umur yang lebih tua dibandingkan dengan bangsa kambing dengan ukuran tubuh kecil, seperti kambing Kacang. Pada kambing Boer misalnya, induk biasanya dikawinkan pertama kali pada umur 15 bulan atau lebih. Pada bangsa kambing Kacang induk muda biasanya dikawinkan pada umur 8-9 bulan atau saat mencapai bobot tubuh sekitar 14-16 kg.
(Sumber :Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar